You are currently viewing Leicester City: Kisah Nyata Si Kuda Hitam yang Menaklukkan Liga Inggris
LEICESTER, ENGLAND - FEBRUARY 25: The official Leicester City badge ahead of the Premier League match between Leicester City and Arsenal FC at The King Power Stadium on February 25, 2023 in Leicester, United Kingdom. (Photo by Joe Prior/Visionhaus via Getty Images)

Leicester City: Kisah Nyata Si Kuda Hitam yang Menaklukkan Liga Inggris

Saya masih ingat betul musim 2015/16. Jujur, saya bukan fans Leicester City. Tapi waktu itu? Semua mata tertuju ke mereka. Gila, tim yang musim sebelumnya hampir degradasi, tiba-tiba jadi juara Premier League!
Kalau kamu belum tahu, cerita Sports Leicester City ini kayak dongeng. Dari klub medioker, mereka naik kelas jadi raja Inggris dalam waktu singkat. Banyak yang bilang ini salah satu keajaiban terbesar dalam sejarah sepak bola dunia. Dan saya setuju.

Leicester City bukan klub besar seperti Manchester United, Liverpool, atau Arsenal. Mereka lebih sering main di Championship (divisi dua Inggris) daripada di Premier League. Tapi perlahan, mereka bangkit. Dimulai dari promosi ke Premier League tahun 2014, lalu dengan pelatih Claudio Ranieri, mereka benar-benar meledak di musim berikutnya.

Bukan cuma saya, banyak fans bola waktu itu bilang, “Ah ini cuma hoki.” Tapi musim demi musim, Leicester City membuktikan bahwa mereka bukan tim ecek-ecek.

Yang bikin keren, kebangkitan mereka bukan cuma soal taktik, tapi semangat. Vardy, Mahrez, Kante—mereka bukan pemain bintang. Tapi mereka lapar. Lapar akan kemenangan, dan itu yang bikin beda.

Skuad Leicester City: Perpaduan Pemain Muda dan Berpengalaman

Leicester City and the impossible dream

Kalau sekarang kita lihat skuad transfermrkt Leicester, mungkin udah beda dari tim 2016. Tapi satu hal yang tetap ada: semangat juangnya.

Dulu, Jamie Vardy itu striker dari divisi amatir. Main di Fleetwood Town sebelum ke Leicester. Tapi dia buktiin ke semua orang bahwa asal kerja keras, segalanya mungkin.

Sekarang, di skuad 2024/2025, Vardy masih ada meski usianya udah 37 tahun. Gila sih, stamina dia kayak nggak habis-habis. Lari terus, pressing terus, dan gol-golnya masih aja penting.

Lalu ada Kiernan Dewsbury-Hall. Gelandang lokal dari akademi mereka. Mainnya cerdas, agresif, dan loyal. Saya suka tipe pemain kayak gini. Nggak neko-neko, tapi kerjaannya beres.

Beberapa nama lain yang patut diperhatikan:

  • Wout Faes – Bek Belgia dengan gaya rambut nyentrik dan tekel brutal.

  • Wilfred Ndidi – Gelandang bertahan yang tangguh. Mirip N’Golo Kante versi baru.

  • Patson Daka – Striker asal Zambia, cepat dan punya insting gol tinggi.

  • Harvey Barnes – Sayap lincah dan punya tendangan kaki kiri yang mematikan.

Leicester City selalu pintar dalam urusan transfer. Mereka beli pemain muda murah, lalu diasah dan dijual mahal. Contohnya? Kante, Mahrez, Chilwell, dan Fofana.

Prestasi Leicester City: Lebih dari Sekadar Juara Premier League

Leicester City: Gelar Liga Primer Inggris dengan Rasio 5.000 banding 1 Enam  Tahun Kemudian

Oke, juara Premier League 2015/16 itu jelas pencapaian luar biasa. Tapi jangan salah, Leicester juga punya prestasi lain yang nggak kalah keren.

Berikut beberapa di antaranya:

  • Juara FA Cup 2020/21: Mereka kalahin Chelsea 1-0 di final. Gol Tielemans dari luar kotak penalti itu… aduh, salah satu gol final terbaik yang pernah saya lihat.

  • Community Shield 2021: Setelah juara FA Cup, mereka gas lagi kalahin Manchester City. Lagi-lagi buktiin mereka bukan tim kecil.

  • Lolos ke Liga Champions 2016/17 dan sampai perempat final! Ini luar biasa lho, untuk tim debutan. Mereka bahkan kalahin Sevilla yang waktu itu langganan Liga Europa.

Dan walaupun mereka sempat degradasi ke Championship (musim 2022/23), Leicester bangkit lagi dengan cepat. Musim 2023/24, mereka promosi kembali ke Premier League. Bener-bener klub yang nggak gampang menyerah.

Mengapa Leicester City Jadi Tim Ancaman di Premier League?

Mungkin kamu mikir, “Yaelah, Leicester kan cuma tim papan tengah.” Tapi percaya deh, itu pemikiran yang bisa bikin kaget di akhir musim.

Leicester punya DNA underdog. Mereka suka bikin kejutan, dan itu yang bahaya. Tim besar suka anggap remeh, dan akhirnya kena batunya. Kayak Chelsea, Tottenham, bahkan Manchester City pernah mereka kalahin.

Selain itu, mereka punya kombinasi:

  • Pemain muda yang lapar pengalaman

  • Pemain senior seperti Vardy dan Evans yang jadi panutan

  • Manajer yang paham karakter tim

Musim ini, mereka nggak punya jadwal padat karena nggak main di Eropa. Dan itu justru bikin mereka fokus di liga. Tim yang fokus cuma satu kompetisi? Biasanya lebih stabil.

Secara taktik, mereka suka main cepat. Counter-attack adalah senjata utamanya. Kalau kamu suka main Football Manager, Leicester itu kayak tim yang pasang taktik “Vertical Tiki-Taka” tapi dengan finishing brutal.

Mengapa Leicester City Jadi Tim Ancaman di Premier League?

Mungkin kamu mikir, “Yaelah, Leicester kan cuma tim papan tengah.” Tapi percaya deh, itu pemikiran yang bisa bikin kaget di akhir musim.

Leicester punya DNA underdog. Mereka suka bikin kejutan, dan itu yang bahaya. Tim besar suka anggap remeh, dan akhirnya kena batunya. Kayak Chelsea, Tottenham, bahkan Manchester City pernah mereka kalahin.

Selain itu, mereka punya kombinasi:

  • Pemain muda yang lapar pengalaman

  • Pemain senior seperti Vardy dan Evans yang jadi panutan

  • Manajer yang paham karakter tim

Musim ini, mereka nggak punya jadwal padat karena nggak main di Eropa. Dan itu justru bikin mereka fokus di liga. Tim yang fokus cuma satu kompetisi? Biasanya lebih stabil.

Secara taktik, mereka suka main cepat. Counter-attack adalah senjata utamanya. Kalau kamu suka main Football Manager, Leicester itu kayak tim yang pasang taktik “Vertical Tiki-Taka” tapi dengan finishing brutal.

Leicester City dan Fans: Ikatan yang Gak Bisa Diremehkan

Saya pernah baca di forum, salah satu fans Leicester bilang, “Kami nggak perlu jadi klub terkaya. Kami cuma ingin tim kami main dengan hati.” Dan itu bener-bener kerasa.

Waktu mereka juara Premier League, banyak fans dari seluruh dunia ikut bersorak. Saya aja, walaupun bukan fans mereka, ikut senang. Kayak liat cerita orang biasa menang lotere. Rasanya campur aduk.

Stadion mereka, King Power Stadium, mungkin kecil dibandingkan Old Trafford atau Anfield. Tapi atmosfernya? Wah, panas banget. Fans-nya loyal, nyanyi terus, dan nggak pernah ninggalin tim di masa sulit.

Bahkan waktu mereka degradasi, fans tetap dukung. Itu yang bikin saya salut.

Di media sosial juga mereka aktif. Komunitas fans Leicester di Indonesia juga udah mulai tumbuh. Kalau kamu pengen gabung komunitasnya, banyak kok grup Facebook atau X (dulu Twitter) yang aktif bahas pertandingan mereka.

Pelajaran dari Leicester City: Jangan Remehkan yang Kecil

Saya belajar banyak dari kisah Leicester. Dalam hidup, kita kadang jadi underdog. Nggak dianggap, dipandang sebelah mata. Tapi itu bukan akhir cerita.

Asal konsisten, kerja keras, dan punya orang-orang yang percaya sama kita, hal besar bisa terjadi. Itu yang Leicester tunjukkan.

Mereka bisa aja kalah materi dari tim besar, tapi semangat dan kerja tim mereka juara. Kalau mereka bisa jadi juara Premier League, kenapa kita nggak bisa juara di bidang kita masing-masing?

Apakah Leicester Akan Juara Lagi?

Siapa yang tahu? Mungkin nggak musim ini, tapi Leicester punya pondasi kuat. Mereka bukan tim sensasi sesaat. Mereka belajar dari kesalahan, bangkit dari kegagalan, dan terus berkembang.

Kalau kamu suka sepak bola dan bosan sama tim-tim besar yang itu-itu aja, coba deh ikutin Leicester City. Siapa tahu, kamu malah jatuh cinta sama mereka kayak banyak orang yang dulu meremehkan.

Dan buat kamu para blogger, cerita Leicester ini bisa jadi inspirasi. Bahwa niche kecil pun bisa besar, asal kamu konsisten dan ngerti audiensmu.

Yuk, semangat bikin konten seperti Leicester: bukan yang paling populer, tapi paling ngena di hati.

Baca juga artikel menarik lainnya tentang Liga Indonesia dan Loyalitas Suporter: Antara Cinta Sejati dan Frustrasi disini

Author