Kalau ditanya, “Tempat mana di Seoul yang bikin kamu ngerasa kayak masuk ke mesin waktu?” Jawaban saya langsung: Bukchon Hanok Village.
Pertama kali saya tahu Bukchon Hanok Village bukan dari buku sejarah atau brosur wisata, tapi dari… drama Korea! (Iya, saya akui, saya sempat jadi korban drakor fever tahun 2020-an). Salah satu adegannya memperlihatkan rumah tradisional yang begitu cantik, dengan atap melengkung dan gang-gang sempit berbatu. Dari situ saya mulai cari tahu dan ternyata, tempat itu nyata — dan namanya Travels Bukchon Hanok Village.
Jadi waktu akhirnya saya punya kesempatan jalan-jalan ke Seoul, saya udah pasang niat bulat: “Pokoknya harus ke sana, titik!” Dan ternyata, pengalaman di sana jauh lebih magis daripada yang saya bayangkan.
Contents
- 1 Keunikan dari Wisata Bukchon Hanok Village
- 1.1 Apa yang Membuat Bukchon Hanok Village Dijadikan Wisata?
- 1.2 Keindahan Bukchon Hanok Village yang Tak Terlupakan
- 1.3 Tips Jujur Mengunjungi Bukchon Hanok Village
- 1.4 1. Datang Pagi atau Sore Hari
- 1.5 2. Jangan Berisik
- 1.6 3. Pakai Sepatu Nyaman
- 1.7 4. Sewa Hanbok Kalau Mau Totalan
- 1.8 5. Bawa Uang Tunai
- 1.9 6. Download Peta Offline
- 1.10 7. Hormat Sama Penduduk
- 1.11 Daya Tarik Bukchon Hanok Village yang Bikin Susah Lupa
- 1.12 Perjalanan yang Menyentuh Hati dan Kamera
- 2 Author
Keunikan dari Wisata Bukchon Hanok Village
Hal pertama yang bikin saya melongo waktu tiba di Bukchon itu… suasananya. Bayangin deh, kamu ada di tengah kota modern seperti Seoul — gedung tinggi, subway super cepat, orang-orang stylish. Tapi begitu masuk ke kawasan Bukchon, rasanya kayak nyebrang dimensi Wikipedia.
Semua rumah di sini adalah hanok, rumah tradisional Korea yang udah ada sejak era Joseon. Tapi uniknya, hanok-hanok di sini masih ditinggali orang. Jadi, bukan museum mati ya. Ini desa beneran yang hidup, tapi tetap mempertahankan gaya arsitektur kuno.
Salah satu hal yang paling saya kagumi adalah detail ukiran kayunya, pintu geser dari kertas (ya, dari hanji, kertas tradisional Korea), dan halaman kecil yang kadang ditumbuhi bambu. Saya sampai mikir, “Gimana ya rasanya tinggal di sini? Bangun pagi, buka pintu, langsung ngeliat gang-gang batu yang adem dan tenang?”
Nah, hal inilah yang bikin Bukchon beda. Ini bukan tempat wisata buatan, tapi komunitas asli yang tetap bertahan di tengah zaman. Dan itu sangat langka di kota besar mana pun.
Apa yang Membuat Bukchon Hanok Village Dijadikan Wisata?
Kata orang, kalau kamu pengen paham budaya suatu negara, jangan cuma lihat mall atau menara tinggi mereka. Tapi lihat rumah-rumah lamanya. Dan Bukchon, buat saya, adalah cerminan hidup dari budaya Korea.
Dulu, kawasan ini memang jadi tempat tinggal bangsawan dan pejabat kerajaan. Letaknya yang diapit antara Istana Gyeongbokgung dan Changdeokgung bikin lokasi ini jadi strategis. Bayangin, zaman dulu para pejabat keluar rumah langsung ke istana buat kerja. Elite banget, ya!
Makanya, rumah-rumah di sini juga dibangun dengan desain yang sangat memperhatikan feng shui, arah mata angin, dan keterbukaan udara. Nggak asal bangun. Dan pemerintah Korea Selatan cerdas banget: mereka melestarikan kawasan ini dengan cara menjadikannya destinasi wisata budaya. Jadi bukan cuma buat selfie, tapi buat edukasi juga.
Saya sempat ngobrol sama pemilik hanok yang juga buka galeri kerajinan tangan di sana. Dia bilang, “Bukchon bukan hanya tentang rumah tua. Ini tentang cara hidup yang menghargai keseimbangan alam dan tradisi.” Waduh, dalam banget. Tapi saya bisa rasakan itu.
Keindahan Bukchon Hanok Village yang Tak Terlupakan
Satu hal yang pasti: pemandangan di sini Instagrammable banget. Tapi lebih dari itu, Bukchon Hanok Village punya keindahan yang tenang. Bukan yang ramai-ramai kayak pasar malam. Tapi lebih kayak indah secara jiwa. (Wah, saya mulai filosofis nih…)
Waktu terbaik menurut saya adalah pagi hari jam 8 atau sore menjelang senja. Cahaya matahari yang miring bikin atap hanok memantulkan bayangan yang cantik. Dan kalau cuaca lagi dingin, embun yang menempel di jendela kayu itu… duh, romantis banget.
Oh ya, dari beberapa titik, kita bisa lihat pemandangan skyline Seoul dari balik atap hanok. Kontras banget. Di satu sisi rumah tradisional yang damai, di sisi lain gedung pencakar langit dan Menara Namsan. Saya suka banget ambil foto dari spot ini karena nuansanya unik dan bermakna.
Kadang saya duduk sebentar di tangga batu, bawa kopi, lihat orang-orang lewat dengan hanbok (banyak yang sewa hanbok buat jalan-jalan di sini), dan saya cuma mikir… “Kenapa tempat kayak gini nggak banyak di dunia?”
Tips Jujur Mengunjungi Bukchon Hanok Village
Oke, sekarang bagian yang praktis. Karena saya yakin kamu nggak mau cuma baca kisah romantis tanpa tahu tips real-nya. Nih, catet ya:
1. Datang Pagi atau Sore Hari
Bukchon itu tempat tinggal penduduk. Jadi tolong, jangan datang pas jam tidur siang atau terlalu larut malam. Selain menghindari keramaian, pagi dan sore adalah waktu paling indah buat foto.
2. Jangan Berisik
Ini penting banget. Saya sempat lihat beberapa turis yang ketawa keras-keras sambil live TikTok. Eh langsung ditegur petugas! Bukchon itu bukan wahana hiburan, tapi desa tempat orang tinggal.
3. Pakai Sepatu Nyaman
Gang di sini berbatu dan naik-turun. Jangan nekat pakai heels atau sandal tipis. Kaki kamu bakal nangis.
4. Sewa Hanbok Kalau Mau Totalan
Kalau mau merasakan vibe Korea kuno, sewa hanbok di toko sekitar Anguk Station. Banyak yang sewain dengan harga mulai dari 15.000 won (sekitar 170 ribuan).
5. Bawa Uang Tunai
Beberapa toko kecil dan galeri seni hanya terima cash. Jadi jangan terlalu andalkan kartu.
6. Download Peta Offline
Jalanan Bukchon itu kayak labirin. Saya sempat nyasar dua kali. Jadi mending download peta dulu atau aktifkan GPS sebelum masuk.
7. Hormat Sama Penduduk
Kalau foto-foto di depan hanok, jangan asal masuk ke halaman orang. Beberapa hanok memang jadi kafe atau museum, tapi banyak juga yang masih jadi rumah pribadi.
Daya Tarik Bukchon Hanok Village yang Bikin Susah Lupa
Kadang saya mikir, kenapa saya begitu terikat secara emosional dengan Bukchon Hanok Village? Jawabannya mungkin karena Bukchon bukan cuma cantik secara fisik, tapi punya jiwa.
Setiap sudutnya mengajak kita untuk melambat. Di kota besar seperti Seoul yang penuh lampu dan deadline, Bukchon ngajarin saya untuk… tarik napas. Lihat daun jatuh. Dengar langkah kaki.
Saya juga sempat masuk ke sebuah workshop kaligrafi Korea, belajar nulis huruf Hangeul pakai kuas tradisional. Tangan saya gemetaran, hasilnya berantakan. Tapi saya bahagia. Karena di tempat ini, saya bisa merasakan budaya, bukan cuma melihat.
Dan ya, itulah daya tarik utama Bukchon menurut saya: pengalaman imersif. Kita bukan cuma turis yang lewat. Kita diajak untuk tenggelam dalam sejarah, budaya, dan suasana damai.
Perjalanan yang Menyentuh Hati dan Kamera
Kalau kamu tanya saya, “Worth it gak ke Bukchon Hanok Village?” Jawaban saya: 1000% worth it.
Bukan cuma buat koleksi foto yang cantik, tapi buat pengalaman yang nempel di hati. Bukchon Hanok Village adalah kombinasi sempurna antara masa lalu yang hidup dan masa kini yang menghargai.
Saya percaya, setiap orang yang datang ke sini akan pulang membawa sesuatu — entah itu inspirasi, ketenangan, atau bahkan rasa syukur. Dan saya pribadi, pulang dengan perasaan yang sulit dijelaskan: semacam campuran antara kagum, tenang, dan… rindu.
Kalau suatu hari kamu ke Seoul, jangan cuma ke Myeongdong atau Gangnam. Luangkan waktu untuk mampir ke Bukchon. Biar kamu tahu, bahwa di balik modernitas Korea, ada hati yang masih berdetak dalam ritme tradisi.
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Pantai Lamaru Balikpapan: Surga Cemara di Pinggir Laut yang Wajib Dikunjungi disini